Nyiurpos.com – Manado – Moderasi beragama merupakan konsep penting dalam menciptakan harmoni sosial di masyarakat yang majemuk.
Dalam perspektif sosiologi hukum, moderasi beragama menjadi kerangka untuk memahami bagaimana norma agama dan norma hukum berinteraksi dalam membentuk keteraturan sosial.
Artikel ini membahas peran moderasi beragama sebagai strategi untuk mencegah konflik, memperkuat kohesi sosial, dan menciptakan tatanan hukum yang inklusif.
Studi ini menggunakan pendekatan kualitatif dengan analisis literatur untuk mengeksplorasi hubungan antara moderasi beragama, nilai hukum, dan dinamika masyarakat.
Hasil analisis menunjukkan bahwa moderasi beragama dapat menjadi dasar bagi pengembangan hukum yang responsif terhadap keberagaman masyarakat.
Kata Kunci:
Moderasi Beragama, Sosiologi Hukum, Kohesi Sosial, Keberagaman, Tatanan Hukum
Pendahuluan :
Masyarakat Indonesia dikenal sebagai masyarakat yang majemuk, baik dari sisi agama, budaya, maupun etnis. Keberagaman ini menjadi kekayaan sekaligus tantangan, terutama dalam menjaga harmoni sosial. Moderasi beragama muncul sebagai konsep untuk mendorong sikap toleransi, menghormati perbedaan, dan menghindari ekstremisme. Moderasi beragama tidak hanya relevan sebagai nilai sosial tetapi juga sebagai landasan untuk membangun hukum yang mampu menjawab tantangan keberagaman di masyarakat.
Dalam perspektif sosiologi hukum, moderasi beragama dapat membantu memahami bagaimana norma-norma sosial dan agama berinteraksi dengan sistem hukum dalam menjaga keteraturan sosial. Hukum yang mengakomodasi nilai-nilai moderasi beragama menjadi instrumen penting untuk mengatur keberagaman dan mencegah potensi konflik antaragama. Pendekatan ini mencerminkan kebutuhan untuk menciptakan tatanan yang seimbang, di mana hak dan kewajiban setiap kelompok agama dihormati secara adil.
Sebagai contoh nyata, konflik antarumat beragama yang pernah terjadi di berbagai daerah di Indonesia menjadi pengingat akan pentingnya moderasi beragama sebagai solusi damai. Dengan menerapkan nilai-nilai moderasi, masyarakat dapat diarahkan untuk saling memahami dan bekerja sama dalam bingkai hukum yang inklusif dan berkeadilan. Moderasi beragama juga dapat mendorong partisipasi aktif masyarakat dalam menjaga harmoni sosial, baik melalui dialog antaragama maupun penguatan nilai-nilai kebangsaan.
Kerangka Teori:
Sosiologi hukum adalah cabang ilmu yang mengkaji hubungan antara hukum dan masyarakat. Dalam pandangan Talcott Parsons, hukum merupakan institusi yang berfungsi menjaga keteraturan sosial melalui internalisasi nilai-nilai masyarakat. Konsep moderasi beragama dapat dipahami sebagai salah satu nilai yang mengintegrasikan norma-norma agama ke dalam kerangka hukum untuk menciptakan tatanan sosial yang harmonis. Selain itu, teori konflik dari Lewis A. Coser memberikan wawasan tentang bagaimana hukum dapat menjadi alat untuk mengelola perbedaan dan mencegah eskalasi konflik.
Sebagai tambahan, teori pluralisme hukum yang diungkapkan oleh John Griffiths menyoroti bagaimana berbagai sistem hukum, termasuk norma agama dan adat, dapat berdampingan dalam masyarakat yang beragam. Perspektif ini relevan untuk memahami moderasi beragama dalam konteks Indonesia yang pluralistik.Kerangka Teori:
Sosiologi hukum adalah cabang ilmu yang mengkaji hubungan antara hukum dan masyarakat. Dalam pandangan Talcott Parsons, hukum merupakan institusi yang berfungsi menjaga keteraturan sosial melalui internalisasi nilai-nilai masyarakat. Konsep moderasi beragama dapat dipahami sebagai salah satu nilai yang mengintegrasikan norma-norma agama ke dalam kerangka hukum untuk menciptakan tatanan sosial yang harmonis. Selain itu, teori konflik dari Lewis A. Coser memberikan wawasan tentang bagaimana hukum dapat menjadi alat untuk mengelola perbedaan dan mencegah eskalasi konflik.
Sebagai tambahan, teori pluralisme hukum yang diungkapkan oleh John Griffiths menyoroti bagaimana berbagai sistem hukum, termasuk norma agama dan adat, dapat berdampingan dalam masyarakat yang beragam. Perspektif ini relevan untuk memahami moderasi beragama dalam konteks Indonesia yang pluralistik.
Pembahasan :
1. Moderasi Beragama sebagai Pilar Kohesi Sosial:
Moderasi beragama mendorong sikap tengah-tengah, yang tidak ekstrem dan tidak liberal, sehingga mampu mempertemukan berbagai pandangan berbeda dalam masyarakat. Sikap ini memperkuat toleransi dan meminimalkan potensi konflik antaragama.
Contoh nyata adalah peran Forum Kerukunan Umat Beragama (FKUB) dalam menyelesaikan persoalan pembangunan rumah ibadah yang sering menjadi isu sensitif. FKUB bertindak sebagai fasilitator dialog antarumat beragama, sehingga masalah dapat diselesaikan melalui musyawarah.
2. Hukum sebagai Instrumen Moderasi Beragama:
Hukum berperan sebagai sarana normatif yang mengatur interaksi antarumat beragama. Contohnya, undang-undang yang melarang diskriminasi berbasis agama memberikan perlindungan bagi kelompok minoritas. Selain itu, hukum yang mengatur kebebasan beragama memastikan setiap individu dapat menjalankan keyakinannya tanpa tekanan.
Moderasi beragama juga tercermin dalam regulasi yang melibatkan kerja sama lintas agama, seperti pembentukan forum kerukunan umat beragama (FKUB), yang bertujuan menyelesaikan potensi konflik melalui pendekatan dialogis dan musyawarah. Implementasi Peraturan Bersama Menteri (PBM) tentang pendirian rumah ibadah, meskipun kontroversial, adalah salah satu upaya untuk menciptakan kerangka hukum yang moderat.
3. Tantangan dalam Implementasi Moderasi Beragama:
Tantangan utama dalam implementasi moderasi beragama adalah masih adanya kelompok-kelompok yang mempromosikan intoleransi dan ekstremisme. Pola pikir eksklusif sering kali memicu tindakan diskriminatif atau kekerasan terhadap kelompok agama tertentu.
Misalnya, kasus diskriminasi terhadap komunitas agama tertentu yang sering tidak ditangani secara tegas menunjukkan perlunya penguatan hukum. Selain itu, lemahnya koordinasi antara pemerintah daerah dan pusat dalam menangani konflik agama menjadi hambatan lain yang perlu diperbaiki.
4. Penguatan Moderasi Beragama melalui pendidikan dan Sosialisasi:
Pendidikan berbasis nilai-nilai moderasi beragama dapat menjadi kunci dalam membangun generasi yang toleran. Kurikulum sekolah perlu memasukkan materi tentang pentingnya harmoni sosial dan penghargaan terhadap keberagaman.
Selain itu, sosialisasi melalui media massa dan komunitas lokal juga dapat memperkuat kesadaran masyarakat tentang pentingnya moderasi beragama dalam kehidupan sehari- hari. Kampanye anti-intoleransi yang dilakukan oleh organisasi masyarakat sipil menjadi contoh upaya positif dalam memperkuat nilai-nilai ini di masyarakat.
Kesimpulan:
Moderasi beragama memberikan kontribusi penting dalam membangun harmoni sosial dan sistem hukum yang inklusif. Perspektif sosiologi hukum membantu memahami bagaimana moderasi beragama dapat diinternalisasi dalam norma hukum untuk menciptakan masyarakat yang damai dan berkeadilan.
Dengan mengintegrasikan nilai-nilai moderasi beragama dalam kebijakan hukum, tantangan keberagaman dapat diatasi secara konstruktif. Langkah-langkah seperti penguatan pendidikan, dialog lintas agama, dan penegakan hukum yang berkeadilan sangat diperlukan untuk mewujudkan moderasi beragama dalam praksis sosial dan hukum.
Daftar Pustaka:
Coser, L. A. (1956). *The Functions of Social Conflict*. Glencoe, IL: Free Press. Parsons, T. (1951). *The Social System*. Glencoe, IL: Free Press.
Muluk, K. (2020). *Moderasi Beragama dalam Konteks Keindonesiaan*. Jakarta: Kementerian Agama RI.
Rahardjo, S. (2006). *Sosiologi Hukum: Perkembangan, Metode, dan Pilihan Masalah*. Jakarta: Genta Publishing.
Turner, J. H. (2001). *The Structure of Sociological Theory*. Belmont, CA: Wadsworth Publishing.
Griffiths, J. (1986). *What is Legal Pluralism?*. Journal of Legal Pluralism, 24(1), 1-55.
~ Yanti Bolota, S.H ~
Mahasiswa pada Program Studi Magister Hukum
Universitas Negeri Manado di Tondano










Tim Redaksi