Nyiurpos.com — Minahasa – Masjid Kyai Modjo Kampung Jawa Tondano dikunjungi Kapolda Sulut Irjen Pol Yudhiawan , Jumat (2/2/2024).

menekankan pentingnya menjaga persatuan dan kebersamaan, terutama di tengah perbedaan antarumat beragama.

Pesan ini disampaikan Kapolda usai Solat Jumat dan bersilaturahmi bersama jamaah Masjid Kyai Modjo, Kampung Jawa Tondano, di sela-sela patroli kamtibmas bersama Wakapolda Sulut Irjen Pol Jan de Fretes dan para PJU Polda Sulut,

“Mari kita bangun semangat toleransi dan kerukunan yang menjadi landasan bagi kehidupan bersama,” katanya.

Ia juga mengajak warga masyarakat untuk menyukseskan , dengan memilih pemimpin sesuai hati nurani masing-masing, tidak ada paksaan dari siapapun.

“Kami polisi tetap netral sebagai aparat pelindung dan pengayom masyarakat,” tegas Kapolda.

Scroll Untuk Lanjut Membaca

Dalam silaturahmi tersebut, Kapolda juga turut berpartisipasi dalam kegiatan pembangunan masjid, serta berpesan kepada seluruh warga agar tetap menjaga keamanan dan ketertiban masyarakat.

Mas jid Agung Al-Falah Kiai Mojo berada di Kampung Jawa Tondano, Kecamatan Tondano Utara, Kabupaten Minahasa, Provinsi Sulawesi Utara. Masjid ini merupakan peninggalan Kiai Mojo dan para pengikutnya yang dibuang Belanda ke Tondano pada akhir tahun 1829, menjelang berakhirnya Perang Jawa.

Masjid ini letaknya sekitar 1 km sebelum lokasi Makam Kiai Mojo yang dibangun sekitar tahun 1856. Sebelumnya, Panglima Perang Diponegoro tersebut bersama 62 pengikutnya yang semuanya laki-laki itu diasingkan di Desa Tonsea Lama, Kecamatan Tondano Utara, Kabupaten Minahasa.

“Mas jid yang di Tonsea lama itu juga yang pertama kali dibangun Kiai Mojo. Karena pertama Kiai Mojo dan kawan-kawan tempatnya bukan di Kampung Jawa tapi sebelah sungai yang namannya Kawak,” ujar Ketua Bidang Imaroh BTM Agung Alfalah Kiai Modjo, Husnan Kyai Demak, beberapa waktu lalu.

Ternyata Menyimpan Kisah Legenda 7 Manusia Harimau Namun karena daerah tersebut masih dikelilingi hutan dan banyak binatang liar seperti babi yang mengganggu sehingga Kiai Mojo tidak berkenan dan mengusulkan tempat lain. Belanda menyetujui tetapi tidak boleh jauh dari Tonsea lama sehingga pindahlah mereka di tempat yang sekarang dikenal sebagai Kampung Jawa  Tondano (Jaton).

Bangunan Mas jid ini dulunya masih berbentuk musala sederhana dengan dinding terbuat dari bambu dan beratap rumbia. Kini bangunan masjid telah berganti menjadi dinding beton serta mengalami beberapa kali pemugaran.  Yang pertama dilakukan pada 1864, dipimpin Raden Syarif Abdullah bin Umar Assegaf yang dibuang Belanda ke Kampung Jaton bersama rombongannya pada tahun 1860.

Selanjutnya Mas jid ini mengalami beberapa kali pemugaran yang membuat penampilan masjid menjadi elok. Bukan hanya penampilan luarnya namun juga bagian dalam. Masjid Agung Al-Falah Kiai Mojo bergaya Joglo dengan atap limasan tumpang menyerupai bentuk bangunan Masjid Agung Demak di .

Di situ mereka sempat juga membangun masjid yang bernama Masjid Diponegoro Tegal Redjo sebelum akhirnya pindah ke Kampung Jawa Tondano yang hanya berjarak kurang dari 5 km dari Tonsea Lama. “Masjid yang di Tonsea lama itu juga yang pertama kali dibangun Kiai Mojo. Karena pertama Kiai Mojo dan kawan-kawan tempatnya bukan di Kampung Jawa tapi sebelah sungai yang namannya Kawak,” ujar Ketua Bidang Imaroh BTM Agung Alfalah Kiai Modjo, Husnan Kyai Demak, beberapa waktu lalu.

Namun karena daerah tersebut masih dikelilingi hutan dan banyak binatang liar seperti babi yang mengganggu sehingga Kiai Mojo tidak berkenan dan mengusulkan tempat lain. Belanda menyetujui tetapi tidak boleh jauh dari Tonsea lama sehingga pindahlah mereka di tempat yang sekarang dikenal sebagai Kampung Jawa  Tondano (Jaton). Bangunan Masjid Agung Al-Falah Kiai Mojo dulunya masih berbentuk musala sederhana dengan dinding terbuat dari bambu dan beratap rumbia. Kini bangunan masjid telah berganti menjadi dinding beton serta mengalami beberapa kali pemugaran.

Yang pertama dilakukan pada 1864, dipimpin Raden Syarif Abdullah bin Umar Assegaf yang dibuang Belanda ke Kampung Jaton bersama rombongannya pada tahun 1860.  Selanjutnya Masjid Agung Al-Falah Kiai Mojo mengalami beberapa kali pemugaran yang membuat penampilan masjid menjadi elok. Bukan hanya penampilan luarnya namun juga bagian dalam. Masjid ini  bergaya Joglo dengan atap limasan tumpang menyerupai bentuk bangunan Masjid Agung Demak di .